Selamat pagi, Sayang!
Mine cerpen
Kamis, 28 November 2024
My Beloved Baobei
Sabtu, 23 Juni 2018
Pelita
Pelita di Senja Hari
Oleh: Sugiarti Rahayu
"Gue gak cinta sama lo," jeda sejenak. "Gue gak pernah cinta sama lo, selama ini lo cuma jadi bahan taruhan gue. Gue kira lo beda, ternyata lo gak jauh beda ya sama cewek murahan di luaran sana."
Usai mengucapkan kalimat itu, ia menendang tongkat yang sedari tadi wanita itu genggam. Membuat tubuh orang itu limbung lalu jatuh dengan posisi menelungkup. Wah, perpaduan yang sangat cocok bukan untuk menjadi bahan tertawaan orang-orang?
"Lo bego, Pelita! Bego!"
Tawa sumbang terdengar setelahnya. Ia melihat wanita itu mendongak dengan senyum getir yang menghias wajah mungilnya, membuat orang-orang yang sedari tadi memperhatikan keduanya menatap dengan tak percaya. Ya ampun? Masihkah ada wanita seperti Pelita lagi? Yang masih dapat tersenyum setelah mendapatkan perlakuan seperti itu?
"Rio," panggil Pelita dengan lengan yang meraba-raba sekitarnya. "Rio masih ada di depan Pelita-kan? Kalau ada Pelita mau Rio dengerin ucapan Pelita kalau Pelita itu sangat sayang sama Rio, Pelita enggak peduli apa yang Rio ucapin barusan. Sekarang kita anggap semua baik-baik aja ya? Rio pasti lelah. Ayo, mari kita pulang, Rio!"
Lelaki itu diam tak bergeming dengan sorot mata memandang wanita itu dengan nanar. Sungguh saat ini ia sangat ingin merengkuh tubuh lemah gadis itu ke dalam dekapan lalu mengecup puncak kepala gadis itu berkali-kali sambil melafalkan ribuan kata maaf.
Rio hendak berjalan mendekati wanita itu. Namun, pergerakannya seketika terhenti saat sebuah bogeman mendarat pada rahang tegap lelaki itu. Rio terhuyung ke belakang tak siap dengan apa yang ia terima.
"Lo pantes dapetin itu! Gue pernah bilang, kalau lo nyakitin Pelita gue enggak akan tinggal diem. Sekarang keputusan lo udah tepat melepaskan Pelita, dan gue janji gue nggak akan pernah izinin lo buat nyentuh Pelita lagi!" tukas lelaki itu tajam. Ia berjongkok di hadapan Pelita yang kini tengah duduk dengan tatapan kosong, perlahan ia menggerakan lengannya menarik Pelita ke dalam dekapan. "Ayo Pelita, kita pulang." bisiknya tepat di samping telinga Pelita.
Usai kepergian dua orang itu, Rio berjongkok dengan tubuh yang bersandar pada tembok. Ia tersenyum dengan lirih, "Pelita lo harus tetap bersinar walau tanpa gue. Lo harus tetep bahagia meski itu tanpa gue. Gue sayang sama lo!"
***
"Pelita?"
Pelita menoleh, namun sayang ia salah melihat arah. "Kenapa Dewa?"
Dewa terkekeh melihatnya, ia menggerakan lengannya lalu memposisikan kepala Pelita agar menatap ke arahnya. "Kamu baik-baik aja kan?"
"Iya, Pelita baik-baik aja kok. Dewa jangan khawatir!"
"Lo yakin masih mau tinggal di rumah ini?"
Pelita mengangguk dengan mantap, "Pelita masih mau tinggal di sini. Pelita mau nunggu Rio pulang," mata Pelita menatap ke segala arah dengan tatapan kosong. Mata indah yang selalu membuat Rio hanyut ke dalam tatapan kosongnya, jatuh pada pesonanya.
"Apa sebegitu cintanya lo sama dia Pelita? Lo tetap bertahan setelah dia perlakuin lo kayak tadi Pelita. Apa yang lo liat dari dia sih? Gue cinta sama lo Pelita, seharusnya lo sadar itu."
Pelita menggelengkan kepala dengan cepat, "apa Dewa lupa kalau Pelita buta? Pelita enggak bisa ngeliat wujud Rio juga Dewa seperti apa. Tapi Pelita tahu, tadi itu Rio cuma kepaksa buat lakuin itu. Pelita tahu Rio enggak niat kayak gitu."
Lelaki itu menatap Pelita dengan tak percaya. Apa-apaan wanita ini? Kenapa pikirannya seakan sudah tertutup rapat untuk mengerti apa yang terjadi? Helaan nafas lelah terdengar dari mulut lelaki itu. Ia mengangguk dengan pasrah, "gue harap lo bahagia Pelita. Bahagia dengan pilihan lo, gue tau mungkin ini saatnya gue nyerah buat dapetin lo."
Pelita merunduk dengan rasa bersalah yang hinggap dalam benaknya. Sungguh, Pelita tak bermaksud untuk mengecewakan Dewa juga Pelita tak berniat untuk menyakiti hati lelaki itu.
Dewa berjalan mendekat ke arah Pelita, lalu ia mengacak pelan rambut Pelita dengan sayang. "Jangan ngerasa bersalah gitu, aku enggak apa-apa kok Pelita. Jangan sedih, karena sebisa mungkin aku akan buat kamu tersenyum. Aku pamit dulu ya, kamu gak boleh ngapa-ngapain ya diem aja di kamar. Dewa sayang Pelita," ia menuntun Pelita agar berbaring di tempat tidurnya.
Usai kepergian Dewa, Pelita kembali duduk menegakan badannya. Otaknya berpikir keras tentang apa yang telah terjadi padanya hari ini. Mulai dari Rio yang mengaku tidak pernah mencintainya, Rio yang menendang tongkatnya, juga Dewa yang mengaku mencintainya. Pelita pusing! Apa yang harus Pelita lakukan agar Rio tidak marah lagi padanya? Pelita tahu dirinya hanya seorang wanita disabilitas yang tidak dapat melihat, tapi Pelita punya semangat yang kuat. Makanya saat ini ia sedang berjalan keluar kamar dengan tangan yang meraba-raba benda sekitarnya, tak jarang tubuhnya terbentur pada meja ataupun dinding.
"Pelita mau masakin buat Rio," gumamnya pada diri sendiri setelah ia berada di dapur.
***
Rio berjalan dengan tergesa-gesa. Pikirannya tengah kacau, yang ia inginkan sekarang adalah berjumpa dengan Pelita, memeluk Pelita, dan juga memiliki Pelita. Sungguh! Rio sangat menyesal telah melakukan itu pada Pelita, namun saat itu ia tak punya pilihan lain ketika Dewa datang kepadanya dan memaksa Rio untuk menyakiti Pelita. Ya ampun, betapapun Rio sangat mencintai gadis yang kini tengah menunggunya di rumah.
"Pelita," panggil Rio saat dirinya telah sampai di rumah. Ia melihatnya wanitanya kini tengah memegang pergelangan tangannya yang terluka juga dengan bercak darah yang menetes di permukaan lantai.
"Eh Rio sudah datang?" ucap gadis itu dengan riang meski ia tak dapat melihat wujud Rio.
Dengan suara yang parau, Rio bertanya "kamu ngapain?"
"Pelita lagi masak buat Rio, pasti Rio laperkan? Tapi maaf makanannya belum jadi-jadi, soalnya Pelita pusing harus ngambil apa kan enggak keliat---"
Sebelum wanita itu menyelesaikan ucapannya, Rio telah bersimpuh di hadapannya. "Maafin aku Pelita, maaf." ucapnya di sela-sela tangis yang semakin deras.
Pelita tersenyum lalu ia meraba bahu Rio dan menuntunnya untuk kembali tegak, "Pelita enggak apa-apa. Rio jangan sedih!"
"Aku salah Pelita, aku jahat."
Pelita menggeleng pelan, ia kembali menggerakan lengannya untuk menyentuh wajah Rio dan mengusap pelan butiran kristal yang terjatuh membasahi wajah lelaki itu. "Rio baik."
Rio menyentuh lengan Pelita yang terluka "Pelita ini kenapa?"
"Hehe, tadi Pelita mau potong bawang terus enggak sengaja pisaunya kena tangan Pelita."
Rio menoleh, melihat pisau yang tergeletak di atas meja. Dengan cepat ia meraih pisau itu lalu membuangnya ke sembarang arah, "jangan pernah lakuin itu lagi Pelita!"
"Tapi, Pelita pengen buat Rio seneng. Pengen buat Rio jadi cinta lagi sama Pelita,"
Rio mengecup punggung tangan Pelita dengan tangis yang kembali turun, "aku cinta Pelita. Sangat cinta Pelita,"
Pelita terkekeh, "walaupun Pelita buta?"
"Iya."
"Walau Pelita enggak bisa masak?"
"Iya, kamu tahu enggak apa yang tadi kamu potong?"
Pelita mengernyit, "bawang."
Mendengarnya, Rio tertawa dengan terbahak-bahak. "Itu tomat Pelita," ah sungguh wanita itu sangat menggemaskan membuat Rio tak sadar memeluknya dan mengecup puncak kepala wanita itu. "Ayo kita obatin lukanya!"
"Oke."
Pelita baru tahu, ternyata definisi bahagia yang sesungguhnya adalah ketika ada seseorang yang mencintaimu tanpa peduli apa kekuranganmu. Karena cinta sempurna tak membutuhkan fisik yang sempurna.
Duri
Duri yang ku genggam
Oleh: Sugiarti Rahayu
"Sampai kapan aku harus menunggu?"
Lelaki itu menoleh, "aku tidak pernah memintamu untuk menunggu."
"Aku cemburu Allan, aku cemburu!" ucap wanita itu dengan letupan amarah yang siap membludak. "Aku ini istrimu, sudah seharusnya kau hargai aku. Tidak sepantasnya seorang suami berciuman dengan wanita lain di hadapan istrinya, aku terluka Allan atas sikapmu." usai mengatakan itu, tetesan kristal bening terjatuh dari pelupuk mata wanita itu tanpa bisa di bendung lagi.
Lelaki yang ia sebut dengan panggilan Allan itu menggertakan giginya, dengan kasar ia menghempaskan gelas yang tengah ia pegang. "Sudah kubilang, aku tidak pernah berharap pernikahan ini ada. Aku tak pernah sudi bersanding denganmu, bodoh! Aku mencintai wanita itu, bukan kamu! Apa kau terlalu idiot untuk mengerti hal itu?"
Wanita itu mengangguk, "aku tau Allan. Aku mengerti, tapi salahkah aku jika berharap suatu saat nanti kau akan mencintaiku lalu kau akan meninggalkan wanita jalang itu demi aku? Salahkah itu Allan? Selama pernikahan yang telah berlangsung empat dekade ini apa kau masih tidak bisa mencintaiku? Tidak bisa terbiasa dengan hal yang dilakukan bersama ku? Hingga kau memilih untuk kembali merajut jalinan kasih dengan wanita sialan itu?"
"Berkhayal-lah setinggi mungkin, agar kau tahu bagaimana rasanya jatuh dihempaskan oleh kenyataan."
Tak perlu bertanya seberapa sakit hati wanita itu setiap kali mendengar penuturan lelaki bertubuh tegap yang kini berstatus sebagai suaminya. Seberapa lama lagi wanita itu harus bertahan dengan segala sikap lelaki itu padanya? Ia ingin menyerah, tapi tak bisa. Ia ingin melepaskan, tapi rasanya terlalu sakit jika hal itu terjadi.
Memang, sudah seharusnya jangan terlalu memuja mawar. Karena sesuatu yang indah juga dapat menyebabkan tumpah darah.
***
"Apa kau terluka dengan pernikahan yang kamu jalani hingga kini?"
Wanita itu menggeleng dengan cepat, senyum cerah tercetak jelas pada wajah putih pucat miliknya. "Tidak, aku bahagia pernikahan ini terjadi. Suamiku mencintaiku, suamiku menghargai aku, memperlakukan aku dengan sangat baik. Aku sungguh bahagia bisa dipertemukan dengan lelaki seperti Allan."
Orang yang kini ada di hadapannya tersenyum lirih. Ia berjalan semakin mendekat ke arah wanita itu --- Alina istri Allan, tanpa mengucapkan satu katapun ia memeluk dengan erat tubuh lemah Alina. Seberapa hebatpun ia bersandiwara tentang keadannya, sorot mata yang terpancar selalu mengatakan hal sebenarnya. Alina terluka. Alina tak bahagia.
Dengan lengan yang bergetar, Alina membalas pelukan wanita itu --- Ilma. "Aku bahagia Ilma, aku bahagia."
"Hentikan Alina. Ku mohon lepaskan sesuatu yang dapat menyakiti hatimu, terkadang kamu harus mengikhlaskan hal yang tidak di takdirkan untukmu. Untuk apa kamu bertahan dengan segala pengkhianatan yang ia lakukan? Kau pantas bahagia Alina, kau pantas dapatkan itu."
Katakanlah bahwa Alina adalah wanita terbodoh sepanjang peradaban dunia ini. Tetap bertahan meski sayatan luka mengiris-ngiris hatinya.
"Tapi bahagiaku adalah memiliknya Ilma."
Sudah cukup. Ilma muak dengan apa yang di katakan oleh Alina!
"Lo sahabat gue Alina! Gue tau lo enggak bahagia sama dia, apa susahnya sih lepasin aja cowok brengsek kayak dia? Janji dalam akad pernikahan itu apa hah? Menyakiti perasaan pasangannya hah? Enggak kan!"
Alina melepas pelukan itu, ia mendongak menatap tepat pada iris bola mata sahabat sejak kecilnya itu. "Tapi aku enggak bisa Ilma, aku mencintainya. Sangat mencintainya,"
***
Alina menutup buku diary berwarna hitam itu lalu menyimpannya kembali pada laci meja rias yang ada di kamarnya. Ia mengedarkan pandangannya ke penjuru kamar, kemudian tatapannya terkunci pada sosok lelaki yang kini tengah tertidur dengan lengan sebagai bantalan.
Perlahan ia berjalan mendekat ke arah lelaki itu -- Allan. Senyum lirih timbul begitu saja setiap kali ia memandang wajah suami tercintanya. "Aku mencintaimu, Mas."
Dering ponsel terdengar setelahnya. Dengan hati-hati Alina mengambil ponsel yang tergeletak di samping tubuh suaminya. Ia dapat melihat dengan jelas siapa yang mengirimi pesan pada suaminya di malam hari seperti ini.
Bibirnya bergetar menahan tangis setelah ia membaca pesan singkat di ponsel suaminya.
Teresa: Aku sangat suka dengan cincin yang kau beri, Bang. Aku menerima lamaranmu! Lalu kapan kau akan menceraikan istri sialan mu itu?
Dengan tangis yang bercucuran, ia kembali menyimpan benda pipih itu ke tempat semula. Alina menggerakan lengannya, menarik selimut untuk menutupi tubuh suaminya yang kini tengah terlelap dengan pulas.
"Apapun yang terjadi, aku akan tetap mencintaimu. Seberapa besarpun usahamu untuk menyakitiku, aku akan tetap bertahan. Meski aku tahu, sayatan luka akan semakin banyak aku terima."
Usai mengatakan itu, Alina keluar dari kamar itu. Memang! Terkadang cinta dapat membuat seseorang menjadi buta akan segalanya. Tetap bertahan meski harus tersakiti. Mencintai tanpa ada balasan, sangat menyakitkan. Bahagia itu di ciptakan, bukan dicari dan jika kau tak bahagia bersamanya, lepaskan. Untuk apa menanti bahagia suatu saat nanti. Jika sekarang bisa, kenapa tidak? Namun bertahan nyatanya bukan hal yang terlalu buruk untuk dilakukan. Lakukanlah! Meski bertahan dalam segala pegkhianatan itu seperti menanti pelangi usai hujan di malam hari.
Percaya saja pohon dari sebuah kesabaran akan menumbuhkan buah yang manis, yang dapat kau petik usai semuanya selesai kau lewati.
Ingatan
Rintik Rindu
Oleh : Sugiarti Rahayu
Semua masih sama, seperti malam-malam yang ia jalani sebelumnya. Dia yang berharap perlahan dapat melupakan hal itu, dengan hujan yang seakan enggan membuat ingatan wanita itu lenyap. Ingatan yang selalu tertuju pada delapan dekade lalu lamanya.
Wanita itu membenarkan posisinya kala itu menjadi terlentang dengan lengan sebagai bantalan. Ia menatap langit-langit kamar dengan pandangan nanar, matanya telah hilang binar. Lihat! Ia tidak terkapar karena luka, namun pedihnya menyayat dan sangat ia ingat.
Tak terasa butiran kristal bening jatuh begitu saja dari pelupuk matanya, membuat wanita itu cepat-cepat menghapusnya seakan ia tak ingin satu orangpun melihat sisi rapuhnya. Ah padahal di dalam bangunan itu hanya ada dirinya dan lelaki yang kini berstatus sebagai suaminya juga dengan kenangan yang terus mengikuti tentunya. Ia tersenyum lirih, hujan yang jatuh malam ini hanya akan membawa dua kemungkinan. 'Menghapus segala memori yang membuatnya terluka, atau justru semakin membuat rasa perih dalam jiwa karena luka yang semakin terbuka.
Wanita itu -- Alea. Ia memejamkan mata, memanjatkan doa kilat dalam hatinya agar ia dapat melupakan kenangan yang tentunya bukan hal yang cukup menyenangkan untuk di kenang.
"Alea?" suara berat itu berhasil membuat Alea menatap ke arahnya.
Ia tersenyum, "kenapa Arka?"
"Belum tidur?" tanya lelaki itu masih dengan posisi tubuh membelakangi wanita itu juga lengan yang memegang pena dengan setumpuk buku di hadapannya.
Alea menggeleng pelan. Meskipun ia tahu, lelaki itu tak akan melihatnya. "Belum! Mungkin sebentar lagi, pekerjaanmu belum selesai?"
Terdengar helaan nafas berat dari lelaki itu, "belum masih banyak yang harus aku kerjakan. Kalau kau sudah lelah, tidurlah aku akan mengerjakan pekerjaanku terlebih dahulu."
Alea tidak lagi menjawab. Ia mengubah posisinya menghadap ke arah barat, membuat tatapannya terkunci pada sebuah bingkai foto masa putih abu dulu. Cepat-cepat ia mengatupkan matanya dengan rasa gelisah yang kembali menyerang dirinya.
**
"Alea, bangun."
Arka mengoyang-goyang lengan wanita yang kini tengah tertidur dengan keringat dingin yang bercucuran membasahi pelipis matanya. Berkali-kali wanita itu bergerak gelisah, nafasnya terengah wanitanya kini tengah bermimpi buruk.
"Alea, tenanglah."
Wanita itu membuka matanya lalu duduk dengan tegak,ia mengedarkan pandangannya lalu menatap lelaki yang ada di hadapannya dengan nanar. Tetesan kristal bening kembali jatuh membasahi pipi wanita itu. Ia menangis dengan tersedu-sedu, membuat Arka refleks memeluknya dengan erat.
"Tenanglah sayang, aku ada di sini."
Tangis Alea semakin pecah dadanya bergemuruh hebat. Sesak! Kata pertama yang dapat mendeskripsikan bagaimana keadaan wanita itu.
Ia mencengkram kaos yang lelaki itu gunakan, wajahnya ia benamkan pada dada bidang Arka --- suaminya. "Aku takut Arka, aku takut. Mim -- pi mimpi itu datang lagi," ucap Alea di sela-sela tangis yang belum mereda.
Arka menatap wanita itu dengan sorot mata terluka. Ia tahu, wanitanya kini masih mencintai lelaki yang berada di masa SMAnya.
"Tolong lupakan itu Alea, apa kamu tidak bisa menerima hadirku di sini sebagai suamimu? Kau masih mencintainya Alea? Katakan padaku." ujar lelaki itu setelah melepas pelukannya.
Alea menunduk, ia tidak tahu harus mengatakan apa. Melupakan lelaki yang telah bertaruh nyawa hanya untuknya? Itu tidak mungkin. Tidak! Sama sekali tidak! Alea memang masih mencintai lelaki itu teramat dalam, hingga tidak ada celah lagi untuk lelaki lain mendapatkan cinta Alea. Termasuk Arka, suaminya kini!
Arka mendecih sinis, "aku tahu Alea. Kau masih sangat mencintainya, lalu untuk apa kita pertahankan hubungan ini jika tidak berlandaskan cinta? Aku mengerti bahkan sangat mengerti, selama ini hanya aku yang berjuang mempertahankan hubungan yang seharusnya tidak pernah terjadi." ia hendak beranjak pergi meninggalkan Alea sendiri di dalam bilik kamar ini.
Namun pergerakannya seketika terhenti saat Alea turun dari ranjang lalu memeluk erat kaki lelaki itu, "maafkan aku Arka. Aku tahu, aku terlalu bodoh. Hingga aku tak bisa memahami arti sebuah kehidupan, tolong beri aku kesempatan. Aku akan melupakannya, yang seharusnya sudah aku lakukan sejak dulu. Aku berjanji Arka, aku akan melupakan hal itu."
Melihat wanitanya kini tengah bersimpuh di hadapannya, membuat hati Arka serasa dihunjam beribu batu. Ia berjongkok lalu memeluk erat tubuh lemah wanita itu lagi, "tolong jangan pernah rusak kepercayaanku Alea. Aku juga berjanji, aku pasti bisa membantumu untuk melupakan itu." bisiknya tepat di telinga Alea.
"Ku mohon, jangan pernah pergi dari hidupku. Kau berati bagiku Arka, sangat berarti."
Arka mengangguk, "tidak akan pernah aku lakukan itu. Aku mencintaimu Alea," ia mengecup kelopak mata Alea yang basah karena air mata. "Jangan menangis, karena sebisa mungkin aku akan membuatmu tersenyum."
Kedua tersenyum lalu kembali saling memeluk erat, menyalurkan rasa hangat yang sudah lama mereka nantikan.
Bukankah untuk melupakan seseorang itu, kita membutuh orang baru dalam hidup ini?
Sabtu, 24 Maret 2018
Senja
Senja-pun tahu.
Oleh: Sugiarti Rahayu
"Ada kalanya kamu tak perlu mencari tahu, sesuatu yang akan menyakiti hatimu."
Seorang wanita yang ada di hadapannya menggelengkan kepala tanda tak setuju, "Aku harus tahu semuanya! Kau kira ini mudah? Dia pergi meninggalkan-ku juga bayi yang kini ada dalam rahim ku!"
Nafasnya memburu, kilatan matanya siap menghunjam siapa saja yang berani menatap manik mata berwarna biru langit itu. Jiwanya tengah dikuasai amarah, rasa kecewa juga rasa sesak yang menyeruak dalam benaknya membuat wanita itu tak segan berteriak lalu melampiaskan amarah yang sudah bergejolak.
"Hentikan Ami, kau hanya akan melukai tubuhmu!" ujar lelaki itu dengan tegas. Lengannya ia ulurkan untuk menggenggam erat tangan kanan Ami. Berharap Ami akan menghentikan tingkah gilanya yang mencoba untuk melukai lengannya sendiri.
"Lepas! Untuk apa aku tetap hidup? Jika kini dia pergi dengan wanita lain, berbahagia tanpaku. Sedangkan aku di sini menanggung rasa malu yang tak bisa di elakan, aku benci dengan diriku sendiri. Aku tahu, aku hanya sampah yang tak berarti. Biarkan aku ma----" ucapannya terhenti. Kala lelaki yang ada di hadapannya kini merengkuh tubuh lemah Ami ke dalam dekapan.
"Kau tak perlu mengatakan hal itu, apa kau tidak tahu? Aku sangat terluka mendengar semua ucapanmu. Kau berarti Ami bagiku sangat berarti! Apa kamu terlalu buta untuk melihat ketulusanku dalam mencintaimu?"
Ami memberontak. Ia terus memukul dada bidang lelaki itu, "lepaskan aku! Aku tahu semua ucapmu hanya kata-kata penenang saja."
"Apa sebegitu cintanya kamu dengan lelaki bajingan itu Ami?"
"Hei jaga ucapmu sialan!"
Terdengar desisan dari lelaki itu, ia melepaskan Ami lalu menyunggingkan sebuah senyum sinis. "Dia memang bajingan bukan? Jika dia bukan seorang bajingan, ia tak akan mungkin meninggalkanmu dengan bayimu tanpa sebuah tanggung jawab. Apa kau masih terlalu bodoh untuk memahami itu?"
Ami membisu. Tubuhnya terkulai lemas, butiran kristal terjatuh bebas dengan deras dari peluk matanya tanpa bisa dihalau apapun. Beberapa kali isakan tangis terdengar begitu memilukan, apa sebegitu rapuhnya kah wanita ini?
"Kau benar, aku memang bodoh." ucapnya di sela-sela tangis yang belum juga mereda.
Sungguh lelaki itu merasa sangat sakit melihat keadaan Ami kini. Ia tak rela melihat orang yang ia cintai di sakiti oleh lelaki bajingan seperti Agam. Lelaki itu berjongkok di hadapan Ami yang kini tengah memeluk erat kedua kakinya yang ia tekuk. "Ku mohon Ami, jangan bersedih. Aku berjanji, aku akan menikahimu secepatnya."
Ami mendongak, menatap tepat lelaki itu dengan pandangan nanar. "Apa kau bersungguh-sungguh?"
"Tentu Ami, aku sangat bersungguh-sungguh dengan ucapanku."
Ada rasa haru yang menyeruak dalam benak Ami saat ia mendengar penuturan lelaki yang tengah menatapnya dengan sorot mata meneduhkan. Ia menggerakan kedua lengannya untuk memeluk erat lelaki itu ---- Reno. Detik berikutnya senyum tulus tercetak jelas pada wajah tampan Reno, ia membalas pelukan Ami tak kalah erat.
Lelaki itu mengusap pelan punggung Ami dengan lembut, "jangan pernah menangis karena sebisa mungkin aku akan tetap membuatmu tersenyum. Dan aku mohon, berhentilah untuk mencari karena kau adalah milikku Ami."
Tangis Ami semakin deras membasahi baju yang kini Reno kenakan, "terimakasih Reno. Terimakasih."
Suasana hening setelahnya. Seorang lelaki yang sedari tadi mengikuti pergerakan Ami dan Reno dengan membawa sebuah kamera besar seketika terhenti, saat suara berat berteriak memecah keheningan. "Cut!"
Para kru juga pemain lainnya bersorak kegirangan, membuat Ami juga Reno refleks melepaskan pelukan. Keduanya terdiam cukup lama, hingga suara berat itu kembali terdengar menginterupsi pergerakan keduanya.
"Saya sangat senang film ini bisa di selesaikan dengan sangat baik, tidak salah saya memilih aktor seperti Rangga juga aktris seperti Anna."
Ami yang memiliki nama asli Anna itu tersenyum lembut, ia bangkit dari posisinya kala itu. Dengan satu helaan nafas Anna bergumam mengutarakan rasa senangnya, "terimakasih pak. Senang bisa bekerja sama dengan bapak," gadis itu menjabat lengan sutradaranya.
"Sayapun begitu pak, terimakasih telah mengikut sertakan kami dalam projek bapak."
Sutradara itu mengangguk, lalu pamit pergi menghampiri pemain lainnya. Menyisakan Anna dan Rangga pada situasi canggung.
Lelaki itu mencoba untuk memulai percakapan terlebih dahulu, "tadi aktingnya bagus sekali. Saya sampai tidak sadar, bahwa itu hanya sebuah sandiwara."
Anna tertawa. "Saya hanya mencoba sesuatu yang saya bisa, dan dalam take tadi saya mencoba untuk menjiwainya. Karena hal terpenting dalam akting adalah penjiwaan, itu menurut saya."
Rangga mengangguk, ia meminta pada Anna untuk duduk pada sebuah kursi panjang tepat di bawah pohon rindang yang menghadap barat. Senja yang kini tengah menampakan dirinya menjadi pemandangan yang sangat memanjakan mata. Anna duduk dengan lengan yang saling bertautan, sedang Rangga sendiri tengah mencoba untuk menetralkan rasa gugup yang tiba-tiba saja menyerang dirinya.
"Anna," panggil Rangga.
Wanita itu menoleh dengan senyum kikuk yang menghias wajah mungilnya, "kenapa Ga?"
"Ini sudah kesekian kalinya kita menatap senja di tempat yang sama, dan mungkin ini adalah kali terakhir kita dapat menatap senja lagi di sini. Klise memang jika aku mengatakan bahwa aku hanyut pada pesonanya, hingga aku jatuh pada tempat terdalam dan tak dapat kembali pada titik semula."
Anna mengernyit tak mengerti, "maksudnya?"
Rangga tersenyum, ia menatap lurus ke depan. "Mungkin senja-pun tahu, jujur bahwa setiap kali aku duduk di sampingmu aku selalu merasa jantungku berdegup dua kali lebih cepat. Aku tahu ini terdengar menggelikan, tapi aku sudah tak bisa lagi menutupi perasaanku untukmu. Aku mencintaimu Anna, sangat mencintaimu."
Anna mematung. Ia cepat-cepat memukul lengannya dengan keras, hingga terdengar pekikan dari dirinya. Tidak! Ini bukan mimpi.
"A-- apa?" kata yang seharusnya tidak usah keluar, tanpa sadar malah terucap.
Rangga tersenyum geli menangkap dengan jelas raut terkejut gadis itu. Ia membenarkan posisinya, menatap tepat pada bola mata berwarna biru itu dengan lembut. Lengannya meraih tangan Anna lalu memegangnya erat, "Anna kau pasti mengerti ini bukan sebuah sandiwara. Kita bukan lagi anak SMA, jadi aku rasa tak perlu jika aku harus mengajakmu berpacaran. So, will you married with me?" Rangga mengeluarkan sebuah cincin intan yang telah ia siapkan jauh sebelum hari ini terjadi.
Anna semakin larut dalam rasa terkejutnya. Ia tak pernah membayangkan akan berada pada posisi ini di luar jam sandiwara. Berkali-kali ia menghela nafas, mencoba untuk mengatur detak jantung yang terlalu cepat, membuat dadanya terasa sesak.
"Rangga," ujar gadis itu dengan suara pelan.
Rangga mendongak lalu tersenyum, "iya Anna?"
"Maaf," Anna melepas genggaman tangan Rangga membuat senyum yang semula tercetak pada wajah lelaki itu seketika surut. "Aku tidak bisa!"
"Ke -- kenapa?"
"Aku sudah bertunangan Rangga satu tahun yang lalu." Kini giliran Rangga yang mematung, cicin yang semula ia genggam jatuh menggelinding entah kemana. Anna kembali melanjutkan ucapannya yang sempat terhenti, "dengan Agam."
Ternyata rasa terkejutnya tidak hanya sampai itu. Anna merogoh tas kecil yang ada di pangkuannya lalu mengeluarkan sebuah kertas tebal dengan desain yang begitu elegan.
"Minggu depan, aku akan menikah dengan Agam. Ku harap kamu sudi untuk datang menghadiri acara itu, maafkan aku Rangga."
Anna bangkit berjalan dengan tergesa-gesa meninggalkan Rangga yang masih diam membisu di sana. Perlahan kesadaran Rangga mulai terkumpul, ia mengerjapkan mata berkali-kali.
"Kenapa? Kenapa baru sekarang Anna? Setelah semua rasa ini telah aku jatuhkan padamu. KENAPA ANNA?"
Ternyata kisah klasik percintaan Rangga tak cukup sampai di sana. Masih banyak hal yang harus Rangga lewati, untuk mendapatkan cinta sejatinya lagi.
Senin, 24 Juli 2017
Daun
Sebuah Daun Musim Gugur
Oleh : Sugiarti Rahayu
Aku bahagia , dan aku rasa tak ada yang bisa merenggut kebahagiaanku . Tapi aku keliru, benar benar keliru ! Masih ada hal yang dapat mengubur bahagiaku.
Dan kau tahu apa penyebabnya? Night Man ku ! Dia memintaku untuk tidak mengharapkannya lagi , memintaku untuk menjauhi nya , berhenti menunggu nya ! Aku diam terpaku seribu bahasa , untuk melirik notif pesan yang muncul di via whatsApp saja aku tak ingin . Yang aku inginkan sekarang adalah berjalan diantara gemuruh hujan. Sendirian, hanya sendirian berteriak sekencang mungkin , mengharapkan rasa sesak ini perlahan lenyap tersipu oleh derasnya hujan.
- Aku benci mengutarakan rasa , aku lelah menikmati rindu , aku sakit menunggu waktu! Namun, aku bertahan hanya karna satu..
- Aku mencintaimu night man ku
Dia adalah lelaki kedua yang kembali mematahkan hatiku, setelah aku merasakan kepatah hatian terbesar ku saat aku kehilangan ayah ku . Angan angan ku mengudara , menyusuri setiap celah ruang yang mengandung rindu dan berakhir pada satu bayangan ! Lagi lagi itu adalah kamu.
" Ayu? " . Rasanya suara itu begitu familiar di telingaku.
" Nay , ada apa? Kau mengagetkanku saja " . Ya , dia adalah Nay , sahabat terbaikku.
" Kau masih memikirkannya? "
" Aku tak bisa melupakan nya Nay , itu adalah hal yang tak akan pernah bisa aku lakukan " . Aku mendekap kedua lutut ku.
" it will be better, when you want to try it. You must know Ay , you smart ! You pretty , you can do anything . Believe to me , you can to forget him ! " . Nay , menatapku lekat lekat . Menggenggam tanganku , memberiku sebuah kekuatan baru untuk menghadapi semua ini , dia benar aku harus mencoba untuk melupakan nya . Jika aku yakin aku bisa , maka semesta akan mendukung ku. Lagipula , aku masih memiliki Allah sang pemilik kun fayakun.
Skip
Aku berdiri di ambang pintu kamar , menatap sebuah pohon yang sedari tadi menjatuhkan daunnya yang mulai mengering. Ada satu hal yang sedikit menyita pikiranku . Daun itu! Ia tampak lain dengan daun lainnya.Aku mendekat, lalu ku raih daun yang berwarna hitam pekat itu . Aneh bukan dengan daun itu ? Aku menyebutnya daun musim gugur . Karna setiap 2 tahun sekali pohon itu akan menjatuhkan daun berwarna hitam itu , dan ini adalah kali ke-2 aku menyimpan daun yang sama.
" Apa yang kau katakan pada temanmu? " . Ucap seseorang , yang kuyakini itu adalah night man ku.
" Apa? Aku tidak mengatakan apapun " . Jawab ku , dan kau tau apa? ternyata tebakanku benar . Dia adalah night man ku
" Apa yang kau katakan? Sehingga semua teman mu tidak menyukai ku ! Tolong , berhenti membicarakan ku ! Lupakan aku . Lupakan semua nya! " . Ucapnya dengan nada tinggi . Aku yang sedari tadi duduk , kini bangkit menatap nya.
" Aku tidak pernah nyuruh mereka untuk tidak menyukaimu ! Kalaupun emang kamu tidak ada rasa kepada ku , aku gak marah dan memaksa mereka buat gak suka kamu ! Sedikitpun aku gak ada niat kek gitu, kita teman dan hanya sebatas teman ! Kalaupun aku sering sebut nama kamu kalo lagi cerita sama temen temen , tenang aja gak pernah ada kata kata persuatif buat mereka gak suka ke kamu kok ! Permisi ! " . Jelas ku , tanpa memberikan dia kesempatan untuk berbicara ! Sumpah serapah aku ucapkan dalam hatiku , memaki maki diriku sendiri . Apa yang salah dari diriku? Mengapa? Mengapa semua yang terjadi terasa tidak adil. Sekarang sudah jelas , siapa yang terluka? Aku ! Ya aku ! Aku terluka hanya karna aku terlalu mencintaimu.
Bugggggh
" Aduh " . Aku meringis pelan
" Maaffkan aku Ayu ".
" Zikri? ". Aku menatap nya lalu memeluk nya.
" Ada apa? Kenapa menangis? ". Tanya lelaki itu, Zikri.
" Kau tahu? Night man ku! Aku mencintainya , tapi dia seakan tidak peduli. Dia bahkan membentakku , menatap ku dengan tatapan jijik . Apakah aku tidak pantas untuk dicintai? Katakan itu Zikri katakan ". Aku menangis dalam dekapannya, menenggelamkan kepala ku di dada bidang miliknya.
" Kau terluka? Kau tau siapa disini yang paling terluka? . Lihat aku ! Menurutmu, bagaimana rasanya saat kita melihat orang yang kita sayangi menangisi lelaki yang dia sayangi ? " . Aku mencoba untuk mencerna setiap kata yang ia lontarkan , mungkinkah ia menyukai ku? Tapi itu tidak mungkin ! Aku bersahabat dengan nya sudah lama, lama sekali.
" Aku mencintaimu Ayu. Ku mohon lihat aku! Kau sempurna, kau pantas dicintai! Tapi tidak layak dicintai oleh lelaki bajingan sepertinya ! " . Mataku terbelalak kaget , apa? Apa apaan dia? Mengatai night man ku sebagai seorang bajingan ! Ingin ku berkata kasar .
" Kita akan tetap menjadi sahabat, apapun yang terjadi ! Tidak pernah ada rasa lebih sedikitpun , selain rasa sayang ku layaknya seorang sahabat. Tidak pernah ! Seseorang yang baik , tidak akan mengaku bahwa dirinya baik ! Tapi seorang bajingan akan mengaku bak dirinya sempurna , hanya karna ingin mendapatkan sebuah pujian ! " . Sebuah tamparan dariku , berhasil mendarat dengan sempurna dipipi lelaki itu !
" Tidak ada yang perlu kau tahu seberapa dalam aku terluka ! Layak nya kau yang tidak pernah mengerti arti sebuah rasa ! Pergilah , kejar night man mu ! Jika kau lelah , ingatlah aku . Aku adalah tempat terbaik saat kau menangis , yang pernah kau lupakan ! " .
Aku , mulai melangkah pergi meninggalkan nya. Sakit, aku mendengar apa yang ia ucapkan ! Ia telah mengkhianati persahabatanku dengan dirinya sendiri, mengingkari semua janji bahwa kita akan tetap menjadi sahabat. Di seberang jalan sana, riuh orang berkerumun berteriak minta tolong. Aku melesat pergi, mendekati kerumunan orang itu. Pandanganku terpaku pada sosok yang terkapar di dasar jalan , tak bergeming. Air mataku turun , jantungku runtuh. Ku peluk erat tubuh nya , seakan tak akan ku lepaskan.
" Tetap bertahan , kau adalah rain man ku. Sekarang aku ingat kau adalah tempat menangis yang paling indah, jangan pergi ku mohon " . Ucapku lirih, hampir tak bersuara . Ku gendong sosok yang kini terkapar, aku mulai bangkit membopong dirinya . Keluar dari kerumunan orang orang , berjalan diantara gemuruh hujan .
Ya allah tolong, selamatkan lelaki ini. Aku mencintainya , aku membutuhkan nya . Dia yang menyempurnakan hidupku, dia yang melengkapi jiwaku , dia yang mengingatkan ku agar selalu taat padamu . Selamat kan dia ya allah , aku tahu kau pemilik kunfayakun . Dan sekarang aku membutuhkan kata kunfayakun itu untuk kau ucapkan agar dia selamat.
Aku memanjatkan doa kilat dalam hatiku, untuk orang yang kini berada dipangkuanku . Aku terjatuh bersamanya ! Aku tidak kuat lagi menggendong nya , bodoh seharusnya tadi aku membiarkan ia dibawa oleh ambulan .
" Ku mohon , bertahan lah Zikri. Aku juga mencintaimu, buka matamu jangan tertidur ! Ini masih siang dasar bodoh ! Kau berhasil membuatku menyesal telah mengatakan hal itu padamu ! Sekarang kau sudah puas bukan? Ayo buka mata mu Zikri ku mohon " . Aku menangis sejadi jadinya , berteriak sekencang mungkin . Aku harus mencari pertolongan !
" Kau harus tetap bertahan , tunggu aku ! Aku akan mencari pertolongan " . Aku, berlari dengan kecepatan di atas rata rata . Aku tidak ingin kehilangan nya . Tapi sayang saat aku kembali , ia telah tiada dengan meninggalkan sebuah surat. Yang hanya tertulis nama ku dan tulisan kata maaf . Sekarang aku mengerti , daun musim gugur yang tadi terjatuh sebuah pertanda bahwa Aku akan kehilangan sosok seseorang yang berharga ! Yang sebelumnya belum sempat aku miliki , bukan night man ku . Namun, rain man ku.
- Selesai
Rabu, 28 Juni 2017
TAKDIR 😊
Refuse a Destiny
Oleh : Sugiarti Rahayu
" Aku hanya perlu menunggu waktu, membuktikan kebahagiaan mutlak akan tertuju padaku. Karna aku yakin rencana allah begitu indah ❤ " - S.R
Di pojok ruangan sana seorang gadis tengah menangis terisak isak, tubuh nya menggigil , ia mendekap kedua lutut nya.
Kehilangan ..
Kesedihan ..
Kesendirian ..
Kerapuhan ..
Kini , itulah yang ia rasakan . Kepergian kedua orang tuanya benar benar membuatnya merasa bahwa takdir begitu kejam . Ia mengingat kejadian sebelum kedua orang tuanya meninggal dunia. Saat seorang kakek tua bangka , berani menawar nya didepan kedua orang tua nya . Sumpah serapah selalu ia katakan saat ia menyadari bahwa ibu nya menyetujui ucapan si bandot tua itu! Merelakan gadis nya yang baru saja menyelesaikan masa SMA nya ditawar tawar dan dipandang rendah oleh seorang bajingan yang berkedok manis dengan tubuh berbalut jas ! Hanya karna uang.
Derap langkah yang terdengar semakin mendekat, berhasil membuat Alina mendongakkan kepalanya. Menatap tepat pada manik mata milik lelaki yang beberapa tahun terakhir selalu ada bersamanya. Seperkian detik, ia kembali menundukan kepalanya.
"Masih menangis?" lelaki itu duduk tepat di hadapan Alina.
"Apakah aku kini sudah tidak pantas untuk hidup lagi? Masihkah ada harapanku untuk tetap melanjutkan perjalanan hidup dengan takdir yang begitu tidak adil? Bukankah semua ini sudah berakhir? Aku sungguh lelah."
" No hadapi kenyataan Alina , meski realita tidak selalu seperti yang kita harapkan tapi percaya lah itu yang terbaik untuk mu. Mungkin kamu tidak dapat menolak takdir , tapi ingat ada Allah sang pemilik kun fayakun ! Apa yang dia kehendaki maka akan terjadi , coba lah bersabar, istigfar , memohon kepadanya agar kamu mendapatkan kehidupan yang lebih baik lagi. Berusaha jangan menyerah Al, aku yakin kamu bisa " . Lelaki itu , Fero mencoba menenangkan Alina . Meyakinkan bahwa kehidupan yang lebih baik sedang menanti nya !
" Tapi Fero .. " . Belum sempat Alina menyelesaikan perkataan nya, Fero menariknya kedalam dekapan .
" Jangan khawatir Al , aku akan selalu ada untukmu . Percayalah aku tidak akan membiarkan orang yang kusayangi menderita " . Alina, mencoba untuk meresapi setiap kata yang terucap! Mungkinkah ia menyukai nya?. Namun sepersekian detik ia tak peduli lagi, yang ia yakini adalah bahwa ada kehangatan dalam hatinya saat Fero memeluk nya.
Fero , pria berusia 23 tahun , yang peduli padanya ketika semua orang menyudutkannya. Pria yang menghargainya ketika semua orang menyepelekannya.
Perlahan ia mulai bangkit , menatap pantulan dirinya di depan cermin , menghapus butiran kristal yang beberapa hari ini selalu berjatuhan dari pelupuk matanya , memberikan sedikit senyuman tuk sembunyikan luka . Ia sadar betul, bahwa meratapi masa lalu tanpa berbuat apapun takkan pernah membuahkan hasil.
" Aku akan bangkit "
...
Some years later
Aku mencintai sebuah proses, walaupun terkadang kesuksesan tak dapat kuraih namun setidaknya aku bisa meraih kesabaran sebagai sebuah kesuksesan ❤ ~
Dipengujung hari, Alina dan Fero tengah duduk disebuah taman halaman depan rumah ditemani secarik teh dalam cawan. Sunyi, kedua nya membisu tak ada yang memulai pembicaraan yang terdengar hanyalah dentingan sendok. Fero, menatap wanita yang kini ada di samping nya.
" Kau sedang memikirkan apa Alina? " . Tanya nya seraya memegang pergelangan tangan Alina.
" Ohh, tidak ada ko "
" You lie dear? " . Ucapnya dengan tatapan menyelidik
" Hem, baiklah Fero ! Kau ingat tidak? Saat itu aku dalam keadaan terpuruk , kamu datang memberiku semangat , memberiku harapan baru . Hingga aku benar benar kembali semangat untuk hidup lagi " . ( Fero hanya mengangguk ) " Kau buat seakan semua nya akan jauh lebih indah lagi, kau bantu aku membuka sebuah tempat les hingga semuanya mulai berkembang , kau temani aku kemana pun aku pergi . Kau buat aku tidak ingin kehilangan mu, dan seketika kamu pergi lalu seorang wanita datang menemuiku dan memberikan ku sebuah undangan pertunangan yang tertulis nama mu ! " . Alina menghela nafas . " Kau tahu tidak? Kau yang membuat ku semangat untuk hidup lagi, dan kamu juga yang menjatuhkan ku lagi! Percayalah Fero itu sangat menyesakkan, lalu aku mencoba untuk melupakan hal itu dan memutuskan untuk mencari hati yang lain . Tapi sayang yang aku temukan hanyalah bajingan bajingan yang berkedok sebagai seorang malaikat ! Dan itu membuat ku kembali tidak percaya akan cinta " . Alina, tersenyum pedih " Lelaki diluaran sana tetap sama ! Mereka memandangku sebagai wanita murahan! Mencapku sebagai wanita penggoda ! Oh sungguh kata kata itu sangat memuakkan ! " . Alina , memalingkan wajah . Ia tak ingin terlihat oleh Fero bahwa butiran kristal didalam pelupuk mata nya mulai berjatuhan .
" Sudah bicara nya? Menangis lah ! Tak perlu kau pendam , jika itu bisa membuat mu sedikit tenang. Dengarlah sayang, untuk apa kamu mengingat masalalu? Jika hal itu hanya membuatmu semakin terluka? Oke dulu aku memang salah ! Tapi percaya lah aku bertunangan dengan nya karna terpaksa , aku tetap mencintaimu ! Sudahlah sekarang aku menjadi milikmu , lupakan hal itu ya ? " . Jelas Fero
" Tidak , aku tidak akan melupakan hal itu . Aku akan tetap mengingatnya bagaimana pun juga , kesuksesan ku ini tidak lepas dari kisah masalalu yang membuat ku semakin kuat ! " .
Hening, keduanya kembali membisu hanya menikmati setiap hembusan angin ! Angan angan keduanya mengudara mengelilingi dunia , entah pikiran mereka berada dimana yang jelas raga keduanya masih tetap dalam posisi yang sama . Fero merasakan ada sesuatu dipundaknya , ia mendengar deru nafas teratur . Ia menyadari wanita nya tengah tertidur , lalu ia menarik Alina ke pangkuannya .
Cup , hanya kecupan ! Fero memahami sikap wanitanya itu karna faktor bayi yang kini ada didalam rahimnya.
" Bangun Alina, kau berat jika harus ku gendong ! Ini sudah larut malam, ayo kita masuk kedalam rumah " .
" Iya baiklah aku bangun . Tapi kau harus janji , kau tidak akan pernah meninggalkanku bukan? "
" I'm promise my sexy wife "
Jika dengan memilikimu saja, sudah menyempurnakan hidupku ! Lalu? Masihkah terbayang dibenakmu bahwa aku akan meninggalkanmu saat separuh jiwa ku kini adalah dirimu ❤.
- Selesai